Rabu, 30 Maret 2011

Gurami Apik dengan Probiotik

Gurami Apik dengan Probiotik
Aplikasi probiotik sistem Guba mampu mempercepat waktu pembenihan dan pembesaran ikan gurami.
Penerapan bioteknologi pada usaha budidaya ikan gurami membuat pembudidaya tak lagi harus menunggu lama untuk menghasilkan keuntungan. Budidaya yang biasanya memakan waktu tahunan, kini bisa diringkas menjadi hanya hitungan bulanan. Rahasianya ada pada pengunaan probiotik (kumpulan mikroba menguntungkan).
Menurut Ketua Permina (Perhimpunan Masyarakat Perikanan Nusantara), Among Kurnia Ebo, probiotik dapat diaplikasikan sejak tahap pembenihan (post larva) hingga pembesaran. Produk alami ini aman digunakan secara terus menerus. Namun, ia mengingatkan, harus disesuaikan dengan analisa usaha.
“Jangan sampai biaya pembelian probiotik malah menjadi pemborosan,” kata Ebo saat berbincang dengan Trobos medio April lalu di Gubug Permina, Desa Jambidan Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantu Yogyakarta. Permina mengembangkan aplikasi probiotik pada budidaya gurami diberi nama sistem Guba (Gugus Simba).
Aplikasi tersebut merupakan hasil riset dari Pusat Penelitian Antar Universitas (PPAU) bidang Ilmu Hayati Institut Teknologi Bandung. Dijelaskan oleh Sekretaris Jenderal Permina, Usman Wiwied, Inti dari teknik ini adalah penggunaan probiotik sejak dini hingga panen di mulai dari persiapan kolam, penyiapan pakan, dan penjagaan air.
Jenis mikroba yang digunakan lebih lengkap dan terukur karena diproduksi oleh lembaga terpercaya (lihat tabel). Dengan probiotik itu, mikroorganisme ‘baik’ tumbuh di kolam. Dengan lingkungan yang baik itu, mikro organisme ‘jahat’ akan terdesak dan tidak mampu menyerang gurami. “Selain itu kecernaan pakan meningkat karena ada probiotik khusus yang dicampurkan dengan pakan,” paparnya di forum pelatihan budidaya gurame yang merupakan agenda rutin Permina setiap bulan.
Probiotik Fase Pembenihan
Penggunaan probiotik sejak tahap pembenihan sudah dirasakan manfaatnya  oleh para pembudidaya gurami. Salah satunya adalah Budi Suyoto, pembudidaya gurami asal Jambidan. Budi menjelaskan, probiotik digunakan sejak benih atau larva gurami sekitar pada umur 21 hari setelah menetas atau saat mencapai panjang 2 – 3 per ekor bisa juga disebut ukuran sekuku (mana yang lebih dahulu tercapai).
Pada masa itu benih gurami sudah mampu memakan pakan buatan berbentuk tepung (D0). Sebelum  itu, sejak umur 7 hari benih gurami hanya memakan cacing sutera. Pakan D0 diberikan dengan digumpalkan dengan beberapa sendok air yang telah diberi probiotik pemacu pertumbuhan (khusus untuk dicampur pakan).
Pakan buatan tersebut kemudian dibulatkan sebesar kepalan tangan orang dewasa. Pakan ini kemudian diletakkan di atas cobek atau piring lalu ditenggelamkan di dasar bak atau kolam pendederan. “Cukup 4 - 5 cobek untuk 5 ribu – 7 ribu ekor benih, pakan didalamnya  akan habis dalam 2 hari,” ujar pelatih budidaya di Permina ini.
Lebih lanjut Budi mengatakan, pada umur 30 hari, pembudidaya sudah dapat memanen gurami dengan ukuran panjang 3 – 4 cm per ekor. Tanpa aplikasi probiotik, ukuran itu baru akan dicapai pada umur 40 - 45 hari. Harga rata-rata saat panen Rp 120 – Rp 140 per ekor, jauh di atas harga telur gurami yang hanya Rp 30 per butir.
Dengan menetaskan 10 ribu butir telur  (rata-rata tingkat kehidupan/Survival Rate atau SR) 80% saja di bak ukutan 2 x 3 m dapat menghasilkan uang lebih dari Rp 500 ribu. Modal untuk pendederan gurami sebanyak itu hanya memerlukan cacing sutera 10 liter (Rp 10.000,-/liter) dan pakan D0 2 kg (Rp 12.000,-/kg), dan probiotik Rp 30.000,-/botol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar